Berbagai
persepsi masyarakat pelu diluruskan kembali mengenai UN atau Ujian Nasional.
Bahwasaannya UN bukan hal yang perlu ditakutkan dan dihindari yang dianggap menjadikannya
momok tersendiri bagi para pelajar di Indonesia.
Meskipun
melalui UN dalam pendidikan sekolah formal sekarang menjadi pengukur kamampuan
peserta didik terhadap mata peajaran yang sudah dipelajarai selama masa
pendidikan pada jenjang yang telah ditempuhnya seperi SD, SMP, dan
SMA/Sederajat yang pada tahun ini pada bulan April hingga Mei 2014. Melalui UN
seorang peseta didik menandakan keberhasilan pendidikan yang diberikan oleh
guru.
Pengukuran
suatu keberhasilan dilaksanakannya Ujian Nasional ditandai melalui presentase
kelulusan siswanya. Maka efektifitas dari UN ini dapat menjadi berkaitan erat
dengan kegiatan belajar mengajar masing-masing sekolah diseluruh Indonesian
untuk di evaluasi oleh pemerintah pusat.
Pelaksanakan
UN di Indonesia tidak sekedar menyelenggarakan karena telah mengacu pada UU
Republik
.Indonesia No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 pendidik mempunyai otoritas
melakukan evaluasi terhadap siswa. Namun hal tersebut kontradiktif dengan
PP Rep.Indonesia no.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
yang memberikan otoritas kepada BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).
Jika
kita mengacu pada undang-undang dan peraturan presiden diatas yang sebenarnya
memilki visa yang sama yakni mencedaskan kehidupan bangsa. Hal ini yang
seharusnya menjadi pemacu untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.
UN
jika hanya bisa dilihat dengan sebelah mata dan hanya mengikuti opini yang
berkembang negatif maka hasilnya akan negatif. Namun jika persepsi sebaliknya
sesungguhnya UN hanya sebatas menjadi tolak ukur kemampuan peserta didik di
sekolah formal dalam lingkup nasional sebagai standarisasi nasional. Seyogyanya
masyarakat harus bisa mengambil sikap yang bijak menggapi segala opini tentang
UN. Hal Ini tidak ada unsur memihak ataupun mengecan dengan dislenggarakan UN
di Indonesia.
Meskipun
UN tidak diterapkan di negara-negara maju pendidikannya seperti Fitlandia yang
menjadi negara dengan pendidikan yang terbaik, Jeman dan lain-lain. Berbagai
negara tersebut menekankan keberhasilan menyelenggaran pendidikan dengan ada
Ujian Negara yang hanya sebagai bentuk pemetaan dan mengukur kemampuan siswa.
Namun yang membedakan lagi Ujian Negara tidak digunakan sebagai standar
kelulusan akan tetapi digunakan sebagai mengukur kemampuan dan untuk memasuki
dunia kerja sesuia kemampuan dan minatnya.
Memang
tidak bisa dipungkiri bahwa UN memilki bebrapa kelamahan Ujian yang mengandalkan sistem pilihan ganda sangat memungkinkan segala
sesuatunya terjadi. Ada unsur spekulasi dan untung-untungan di dalam menjawab
soal-soal ujian. Kreatifitas para siswa tidak muncul. Kecurangan juga sangat
dimungkinkan terjadi karena jawaban-jawaban hanya disimbolkan
dengan alfabet seperti “A”, “B”, “C”, “D’ dan “E”. Dengan bantuan
teknologi jawaban-jawaban dapat ditransferkan oleh
seseorang dengan cepat kepada para siswa yang sedang mengikuti ujian.
Sebagai buktinya dapat dilihat di surat kabar dan di televisi bahwa ada
siswa yang menangis tidak lulus karena mencontek kunci jawaban yang
salah. Akan tetapi UN atau sejenisnya memang penting dan perlu diselenggarakan
sebagai standarisasi Nasional guna sebagai evaluasi nasional untuk pendidikan
yang lebih baik.
Pentingnya
adanya UN disebabkan banyaknya wilayah dan daerah di Indonesia sehingga
dibutuhkan untuk memetakan hasil penyelenggaraan pendidikan disetiapderah.
Pemerintahpun harus siap dan tanggap jika tidak ada kesetaraan disetiap daerah
sesuia kebutuhannya. Maka distetiap daerah yang memang harus membutuhkan
pelayanan khusus harus diberi perhatian penuh agar tercapai cita-cita bangas
yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bukan
hanya sebatas penting harus dilkukan UN akan tetapi sangat perlu
diselenggarakannya UN da nada bebrapa hal yang harus di garis bawahi. Apakah
sudah puas dengan penyelenggaraan UN dengan sistem pendidikan saat ini. Jika
msih belum, maka perlu diefektifkan penyelnggraan dan harus mengacu pada
kurikulum tidak lain adalah Kurikulum
2013.
Penyelenggaraan
Kurikulum 2013 menekankan pada kolaborasi empat komponen yakni Kognitif,
Psikomotor, dan Afektif. Jika mengacu kurikulum ini UN jika dijadikan sebagai
bahan penilaian dan penentu kelulusan secara otomastis telah melenceng. Maka
dari UN memilki beberapa komponen untuk menentukan peserta didik
dikatakan”LULUS” atau “TIDAK LULUS”. Kategori yang menjadi nilai kelulusan
dengan prosentasi 60% UN, 30%UAS, dan 10%Nilai Rapor.
Pengklasifikasi
penilaian iniakan menjadi lebih lengkap dengan mempergunakan aspek
psikomotornya dengan memeberi kesempatan siswa memperoleh penghargaan dari
hasil dari bakat dan minatnya. Contonya sertifikat kejuaraan yang dimilki oleh
setiap siswa, maka UN akan membuat siswa tidak merasa terbebani dan waktu UN
yang harus mengulangi materi yang telah lampau dengan waktu singkat, jika siswa
dalam kondisi menurun
Berbagai
persespi diatas bukan sebatas memihak ataupun mengcam adanya UN akantetapi
bentuk sebuah kepedulian terhadap pendidikan di Indonesia agar menjadi lebih
baik sesuai cita-cita Negeri yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.