Friday, January 15, 2016

Pengaruh Sistem Liberal Di Indonesia

A.    Proses Penanaman Sistem Ekonomi Liberal Oleh Belanda di Pulau Jawa
·         Alasan diberlakuakan Sistem Ekonomi Liberal oleh Belanda
            Indonesia sejak tahun 1830 sampai 1900 merupakan periode pendudukan Belanda di Pulau Jawa yang disebut sebagai. Pada periode tahun inilah untuk pertama kalinya Belanda mampu mengeksploitasi dan menguasai seluruh pulau ini dengan berbagai usaha yang dilakukan. Berkat cara-cara yang licik diterapkan oleh Belanda akhirnya berhasil menguasai pulau Jawa. Keberhasilan dalam menaklukkan ataupun bekerjasama dengan berbagai pihak dari masyarakat pribumi itu sendiri yang memilki kekuasaan, sepertihalnya Bupati dan bangsawan-bangsawan pada masa itu.
            Melalui kerjasama dengan para bangsawan serta pemerintah daerah tersebutlah Belanda mampu menjalankan berbagai eksploitasi serta politik yang menguntungkan pihak Belanda. Setelah eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda hampir selama 40 tahun di pulau Jawa yang berjalan sesuai rencana serta mendapatkan pemasukan yang banyak bagi pihak belanda. Namun pada tahun 1870 kondisi terbalik 90 derajat dai kondisi perekonomia sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadi kalah persaingan dalam pasar Eropa. Ekonomi pada saat itu menurun drastis yang membuat pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem liberal untuk memaksimalkan pemasukan untuk mendapatkan surplus.
            Kalahnya Belamda di pasar internasional karena telah ada suplay barang-barang dagang oleh orang Barat serta semakin ramainya perdagangan internasional. Berbagai krisis yang melanda keuangan Belanda membuat sistem liberal menjadi solusi yang diambil. Penerapan sistem liberal di Jawa tidak hanya dalam sektor perkebunan namun juga disektor industri yang meliputi impor barang-barang jadi yang dihasilkan industri yang sedang berkebang di negara Belanda serta tambang-tambang. Dalam sektor perkebunan terjadi perluasan lahan untuk kegiatan produksi tanaman dagang yang akan diekspor seperti kopi, teh dan tebu.
            Dampak diberlakukannya sistem liberal ini oleh Belanda terjadi pedirian industri-industri perkebunan yang dikelola oleh pemodal swasta Barat.Kebijakan yang diberikan oleh Belanda oleh pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh penduduk di Jawa terutama pemilik tanah namun kesempatan ini tidak disiasiakan oleh golongan Timur Asing khususnya orang-orang Cina (Kartodirdjo, 1975:91). Mereka mendirikan industri-industri produksi namu yang paling menonjol dari orang Cina adalah kegiatan perdagangannya serta mobilitasnya.


B.     Perkembangan Ekonomi Indonesia Pada Masa Liberal (1870-1900)
            Pada masa antara tahun 1870 untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial Hindia Belanda di Indonesia pemodal atau pengusaha asing diberikan peluang dan keleluasaan untuk menanamkan modal dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sector perkebunan.Masa ini disebut sebagai zaman liberalism yang berlangsaung dari tahun 1870 sampai 1900.Selama masa ini modal swasta yang berasal dari Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah membuka lahan yang digunakan sebagai perkebunan kopi, teh, guladan kina yang besar di Deli Sumatra  Timur (Kartodirdjo, 1975 : 90).
Pembukaan perkebunan-perkebunan ini didasarkan padaUndang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870.Tujuan dari pada undang-undang ini adalah untuk melindungi petani-petani Indonesia terhadap hak milik atas tanah mereka kepada orang-orang asing. Di lain pihak, undang-undang ini membuka peluang bagi orang-orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia serta berhak mengangkat masyarakat pribumi sebagai buruh.
Meluasnya pengaruh ekonomi Barat dalam masyarakat Indonesia selama zaman Liberal tidak saja terbatas pada penanaman tanaman-tanaman perdagangan diperkebunan-perkebunan besar, akantetapi juga meliputi impor barang jadi yang dihasilkan oleh industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda (Kartodirdjo, 1975 : 90). Kegiatan impor ini membawa dampak buruk bagi usaha-usaha kerajinan rakyat Indonesia.Karena pada umumnya hasil produksi baik mutu dan juga harga tidak dapat bersaing dengan barang impor tersebut. Akibatnya penduduk Jawa banyak  yang kehilangan mata pencaharian tradisional mereka, sehingga memaksa mereka untuk mencari pekerjaan pada perkebunan besar yang dimiliki Belanda dan orang Eropalainny sebagai buruh.

KedudukanWanita
Perempuan Indonesia pada zaman dulu memiliki peran hanya sebagai ibu rumah tangga, ibu untuk anak-anak mereka dan istri serta pelayan suami, kaum perempuan Indonesia dibelenggu oleh aturan-aturan tradisi dan adat yang membatasi perannya dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak boleh mengenyam pendidikan, pendidikan yang boleh mereka peroleh terbatas pada usaha untuk persiapan menjadi ibu rumah tanggadan hanya dapat pasrah menunggu serta menerima apa yang ditentukan oleh adat yang didominasi oleh kaum laki-laki.Selain itu, mereka tidak boleh menentukan jodohnya sebab jodoh telah ditentukan oleh orang tuanya.
Kedudukan perempuan zaman dulu:
1. Perempuan selalu dipandang rendah, dianggap tidak berguna apa-apa.
2. Kedudukannya dipandang dibawah laki-laki sehingga perempuan selalu  diperlakukan kurang sopan.
3. Perempuan tidak mempunyai hak tetapi mempunyai banyak sekali kewajiban.
4. Perempuan adalah kaum yang terbelakang, tidak perlu diperhitungkan.
Bidang Agama
Masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan dikontrol dan dibatasi oleh pemerintah kolonial. Hal tersebut didasarkan pada ketakutan pemerintah Belanda akan munculnya gerakan yang dapat menghambat kepentingan perdagangan dan politiknya. Cara pengontrolan pemerintah kolonial yang dilakukan sebagai berikut :
1. Orang Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal.
2. Kebijakan tersebut menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim Indonesia.
3. Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia, Belanda mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
3.  Belanda juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan. Belanda melihat kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris, pastor, dan pendeta melalui lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan perdagangan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
4.  Pemerintah membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus dilaporkan dan mendapat perizinan dari pemerintah Belanda.
A.    Pengaruh Diterapkannya  Paham Liberalisme oleh Belanda Terhadap Penduduk Indonesia dalam Penjajahannya.
Pada saat terjadi krisis sekitar tahun 1850 pada keuangan kerajaan Belanda, sehingga pihak kerajaanpun menuntut pemasukan yang banyak dari perusahaan-perusahaan yang dibangaunnya disetiap negara jajahannya. Pada saat yangsama barang atau bahan yang dihasilka dari tanah Indonesia, negara jajahan Belanda mengalami penurunan dikarenakan negara-negara Eropa telah menadapatkan suplai dari negara eropa lainnya. Barang atau bahan tersebut seperti gula, kopi dan lainnya telahmendapatkan pasokan yang cukup sehingga hasil bumi dari Indonesia yang biasanya dijual ke Eropa oleh Belanda menjadi tidak laku dipasaran karena tidak adapesanan ataupun kalah persaingan.
Dalam keadaan seperrti ini pemerintah Hindia-Belanda akan menerapkan sistem Liberal dalam penguasaan wilayah jajahannya. Hal ini sangat dipicu dengan aliran Liberalisme yang sangat berkembang pesat di Eropa tanpa terkecuali negara Belanda itu sendiri.  Dibawah ini adalah beberapaharapan pegaruh yang ingin dicapai pemerintahHindia-Belanda timbul setelah diterapkanya aliran Liberalisme di Indonesia, yaitu
1.    Perekonomian bisa berkembang dengan sendirinya.
2.    Mampu bersaing dengan kekuatan-kekuatan ekonomi negara lain di pasar bebas.
3.    Terciptanya kebebasan praktek dalam hal ini kebebasan berusaha, dalam konteks Hindia Belanda sepenuhnya menguasai usaha tersebut dan modal swasta.
4.    Belanda mampu mengembangkan sayapnya dalam berbagai usaha kegiatan ekonomi.
5.    Semakin besarnya industri-industri ekspor sehingga penduduk Indonesia banyak yang menjadi buruh.
6.    Mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dengan saldo surplus (Kartodirdjo, 1975: 93-94).
Pemerintah Hidia-Belanda dalam penerapan sistem liberal ini tentunya akan berdampak buruk kepada kondisi negara yang dijajahnya sehingga pengaruh bagi penduduk Indonesia yang mengalami pejajahan Belanda dengan diterapkannya sistem ini maka menimbulkan dampak sebagai berikut:
1.        Rakyat semakin sengsara dengan dituntut bekerja keras untuk mengahasilkan panen yang lebih banyak untuk dijual dipasar Internasional hasil perkebunannya oleh Belanda.
2.        Lahan perkebunan semakin diperluas oleh Belanda seperti perkebunan gula, teh, tembakau dan tanaman perdagangan lainnya.
3.        Tingkat kehidupan penduduk Indonesia khususnya pulau jawa mengalami kemerosotan pada akhir abad kesembilan.
4.        Para buruh yang dipekerjakan tidak mendapatkan upah yang layak sehingga merugikan para buruh.
Kondisi sistem leberalisme Belanda ini sangat menguntungkan bagi penanam modal asing yang dijamin oleh pemerintah Belanda, seperti tenaga kerja dan sewa tanah murah. Hal ini dapat dilihat dari isi undang-undang Agraria tahun 1870 yang berisi tentang dua pokok hal, yaitu pengambil alihan tanah milik penduduk tidak diperbolehkan dan orang asing diperbolehkan menyewa tanah untuk perkebunan (Utomo, 1995: 11).
Migrasi dan faktor penyebabnya
            Migrasi yang terjadi pada tahun 1870-1900 baik dari pihak penjajah ataupun penduduk pribumi memang terjadi.Mobilisasi yang terjadi kebanyakan terjadi di pulau Jawa dan Sumatera.Namun kedua daerah tersebut memang menjadi daerah sentra industri perkebunan Belanda dan para investor asing.Migrasi yang dilakukan oleh bangsa Eropa bertujuan untuk mendirikan industri-industri dan perkebunan serta menanamkan modalnya di Indonesia.Migrasi yang dilakukan oleh penduduk pribumi dalam bentuk menjadi buruh yang dikirim oleh Belanda di daerah perkebunan-perkebunan Belanda untuk dijadikan sebagai buruh.
B.     Alasan Belanda menggunakan politik liberal pada negara-negara jajahanya
Konsep Politik Liberal
Politik kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan dalam bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan kapitalisme).Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan liberalisasi politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis. Doktrin liberal jauh lebih mengutamakan masyarakat dari pada negara.Dalam doktrin liberal klasik, “masyarakat pada dasarnya dianggap mampu memenuhi kebutuhannya sendiri dan negara baru ikut campur tangan hanya kalau usaha-usaha masyarakat yang bersifat sukarela menemui kegagalan”. Dengan demikian, teori Negara sebagai alat menempatkan negara pada kedudukannya sebagai pelengkap.Sejauh individu dapat menjalankan kehidupannya tanpa Negara, kaum liberal menentang keberadaan negara bahkan jika negara dapat melakukan yang lebih baik dari pada individu.
Selain itu, konsep hukum dibalik hukum secara langsung diturunkan dari pandangan kosesual Negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik.Masyarakat dipahami sebagai himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah.Liberalisme selalu menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang kedudukannya lebih tinggi daripada hukum negara.
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi kebebasan.Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai Social Contract.Sejak tahun 1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.  Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari negara.   Atas dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan lagi.Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi pemikiran.
Latar Belakang Politik Etis (Balas Budi)
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik Belanda.Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh kemenangan dalam pemerintahan.Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan.Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta.Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door policy).Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula.Undang-Undang Gula (Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik pemerintah kerajaan Belanda.Oleh karena itu, pihak swasta boleh menyewanya dalam jangka waktu antara 50-75 tahun di luar tanah-tanah yang digunakan oleh penduduk untuk bercocok tanam.
Sistem ekonomi kolonial antara tahun 1870 dan 1900 pada umumnya disebut sistem liberalisme.Yang dimaksudkan disini adalah bahwa pada masa itu untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial, modal swasta diberi peluang sepenuhnya untuk mengusahakan kegiatan di Indonesia, khususnya perkebunan-perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa.Selama masa ini, pihak-pihak swasta Belanda maupun swasta Eropa lainnya mendirikan berbagai perkebunan-perkebunan kopi, teh, gula, dan kina.Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) yang dikeluarkan pada tahun 1870.Pada suatu pihak Undang-undang Agraria membuka peluang bagi orang-orang asing, artinya orang-orang bukan pribumi Indonesia untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan besar) mendapat   pertentangan   dari   golongan liberalis   dan humanitaris. Kaum   liberal dan kapital memperoleh   kemenangan   di parlemen.Terhadap   tanah jajahan (Hindia   Belanda), kaum   liberal   berusaha memperbaiki   taraf kehidupan   rakyat   Indonesia.   Keberhasilan tersebut dibuktikan  dengan   dikeluarkannya   Undang-Undang Agraria tahun 1870. 
Pokok-pokok UU Agraria tahun 1870 berisi:
1. Pribumi diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha  swasta, serta
2. Pengusaha   dapat   menyewa   tanah   dari   gubernemen   dalam jangka waktu 75 tahun.
UU Agraria tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi perusahaan swasta.Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin.Pemerintah kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan untuk membelinya.Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan asing.Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat diekspor ke Eropa.
Selain UU Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan   Undang-Undang Gula (Suiker Wet) tahun 1870.Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1.   Perusahaan-perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2.   Pada   tahun   1891   semua   perusahaan   gula   milik   pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
Dengan adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Berikut ini beberapa perkebunan asing yang muncul di Indonesia :
1.  Perkebunan tembakau di Deli, Sumatra Utara.
2.  Perkebunan tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
3.  Perkebunan kina di Jawa Barat.
4.  Perkebunan karet di Sumatra Timur.
5.  Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.
6.  Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Kemunculan Politik Etis (Balas Budi)
Pengaruh Politik Liberalis Bagi Indonesia Sama halnya dengan negara-negara lain, di negeri Belanda para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa negara seharusnya tidak campur tangan dalam kehidupan ekonomi, tetapi membiarkannya kepada kekuatan-kekuatan pasar. Mengikuti Adam Smith, para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa satu-satunya tugas negara adalah memelihara ketertiban umum menegakkan hukum, dengan demikian kehidupan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Agar hal ini dapat diwujudkan, para pengikut aliran liberalisme menghendaki agar segala rintangannya yang sebelumya telah dibuat dihapuskan.
Ketika orang-orang liberal mencapai kemenangan politik di negeri Belanda (setelah tahun 1850) mereka mencoba menerapkan azas-azas liberalisme di koloni-koloni Belanda khususnya di Indonesia. Mereka berpendapat ekonomi Hindia-Belanda akan berkembang dengan sendirinya jika diberi peluang sepenuhnya kepada kekuatan-kekuatan pasar untuk bekerja sebagaimana mestinya. Dalam prakteknya diartikan sebagai kebebasan berusaha dan adanya modal swasta Belanda untuk mengembangkan sayapnya di Hindia-Belanda dalam berbagai usaha kegiatan ekonomi. 
Penanaman modal di Indonesia, sebagian besar diarahkan untuk pembangunan perkebunan-perkebunan yang dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan bagi bahan dasar industri. Lalu dibangunlah perkebunan- perkebunan yang sebagian besar dibangun di daerah Jawa dan Sumatera. Pembangunan perkebunan ini membutuhkan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mengurus perkebunan. Dengan demikian, banyak penduduk yang diangkat menjadi tenaga kerja perkebunan, bahkan untuk perkebunan di Sumatera diangkat tenaga kerja yang berasal dari Jawa.Terjadilan arus transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang dilakukan secara paksa.Bahkan ada di antara orang-orang Jawa ini yang dikirim ke daerah Madagaskar dan Suriname.
Eksploitasi yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap penduduk Indonesia dilakukan dengan gaya baru. Para pekerja dipaksa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan dengan upah yang sangat minim dengan beban kerja yang sangat tinggi.Mereka tidak bisa menghindar dari ketentuan tersebut karena mereka terikat kontrak kerja.Pada tahun 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang Koelie Ordonantie yang mengatur para pekerja.Berdasarkan undang-undang tersebut, para kuli bekerja sesuai dengan kontrak. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan dijatuhkan hukuman berupa poenale sanctie. Para pengusaha diberikan kewenangan dan hak yang besar untuk memperlakukan dan menjatuhkan hukuman para pekerja sesuai dengan keinginannya.
Untuk mendukung program perkebunan tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda membangun berbagai prasarana, seperti irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta api, serta pelabuhan-pelabuhan. Pembangunan sarana-sarana tersebut seringkali memakan korban jiwa yang sangat banyak dari penduduk Indonesia karena mereka dipekerjakan secara paksa.Akan tetapi dengan pembangunan prasarana tersebut, terutama pembangunan jaringan jalan raya telah menimbulkan pengaruh bagi tumbuhnya mobilitas penduduk. Pembangunan jalan raya dan kereta api memungkinkan pertumbuhan dan hubungan antarkota secara cepat. Dampaknya adalah lahirnya kota-kota baru di daerah pedalaman seperti Malang, Bandung, Sukabumi, dan sebagainya. Lahirnya kota-kota baru tersebut memicu pertumbuhan urbanisasi yaitu gerak perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Politik pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia.Van Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri induk dan negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya   mementingkan prinsip kebebasan untuk mencari keuntungan  tanpa memerhatikan   nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang mengeksploitasi tenaga rakyat secara besar-besaran. Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat  besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran yang sangat pesat.Sementara rakyat di negeri jajahan sangat miskin dan menderita.
Penerapan Politik Etis Di Indonesia
Seiring dengan hal tersebut, gerakan-gerakan humanis yang berkembang di negeri Belanda  mendorong diberlakukannya politik balas budi terhadap bangsa Indonesia. Desakan parlemen kepada pemerintah Belanda untuk menghapus sistem tanam paksa merupakan awal dari kemenangan terhadap strategi politik yang dijalankan kaum liberal dalam rangka mencapai kepentingannya di bumi Indonesia.
Sejak saat itu, mndal swasta asing diberikan peluang untuk mewarnai berbagai bidang usaha, terutama pada perkebunan-perkebunan besar, baik di Jawa maupun di luar Jawa.Pembukaan perkebunan-perkebunan yang didominasi modal asing, seperti Belanda dan negara-negara Eropa lainnya memungkinkan dikeluarkan Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870.  Dalam realisasinya Undang-undang Agraria itu pun tidak membuat penduduk pribumi menjadi terbebas dari penderitaan.Bahkan sebaliknya, penduduk pribumi hanya menjadi alat pihak pemilik modal untuk mencapai keuntungan dan tidak memperbaiki nasib rakyat Indonesia dari keadaan sebelumnya. Kondisi yang tidak seimbang tersebut, pada akhirnya mendapat perhatian dari beberapa tokoh Belanda seperti Baron van Hoevel, Eduard Douwes Dekker,  danVan Deventer. Tokoh-tokoh Belanda tersebut, kemudian mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda untuk memperhatikan nasib rakyat Indonesia.
Salah satu politik balas budi tersebut adalah program yang dikemukakan oleh Mr. C. Th. Van Deventer.Gagasannya yang diterbitkan oleh majalah de Gids pada tahun 1899 memaparkan perlunya bangsa Belanda melakukan balas budi terhadap Indonesia. Balas budi dilakukan dengan jalan membantu bangsa Indonesia  untuk mencerdaskan dan memakmurkan rakyatnya.
Berikut ini Isi Trilogi van Deventer antara lain:
1)  Irigasi (pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,
2)  Edukasi (pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,
3) Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar lebih merata.
Setelah melalui perdebatan yang cukup panjang akhirnya politik etis ini mulai dijalankan d Indonesia menurut tafsiran dan kemauan pemerintah kolonial Belanda.Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik.Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda.  Berikut ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1.    Irigasi
Pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2.    Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan   yang   dibuka untuk seluruh rakyat, hanya  diperuntukkan   kepada   anak-anak   pegawai   negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3.    Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka dijadikan kuli kontrak.Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, (peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya). Walaupun pemikiran liberalisme di Hindia-Belanda diawali dengan harapan-harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi koloni sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad 19 terlihat jelas bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih baik dari sebelumnya. Ini didasarkan karena kecenderungan politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan harga setinggi-tingginya.

Tetapi Lambat laun program politik etis ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi bangsa Indonesia, terutama dalam hal program pendidikan (edukasi).Program pendidikan yang awalnya ditujukan untuk menghasilkan tenaga administratif rendahan, pada akhirnya semakin berkembang.Tidak hanya jenjang pendidikan semakin tinggi, tetapi juga menjangkau spesialisasi bidang pendidikan lainnya seperti kedokteran, keguruan, teknik, pertanian, dan sebagainya.Dengan demikian, masyarakat Indonesia semakin mengenal pola pendidikan Barat yang pada akhirnya menjadi benih-benih pergerakan Indonesia menuju kemerdekaan.
Share:
loading...
loading...
loading...
loading...
loading...
Copyright © Move On Inspiration | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com