A. Proses Penanaman Sistem Ekonomi Liberal Oleh Belanda di
Pulau Jawa
·
Alasan diberlakuakan Sistem
Ekonomi Liberal oleh Belanda
Indonesia sejak tahun 1830 sampai 1900 merupakan periode
pendudukan Belanda di Pulau Jawa yang disebut sebagai. Pada periode tahun
inilah untuk pertama kalinya Belanda mampu mengeksploitasi dan menguasai
seluruh pulau ini dengan berbagai usaha yang dilakukan. Berkat cara-cara yang
licik diterapkan oleh Belanda akhirnya berhasil menguasai pulau Jawa.
Keberhasilan dalam menaklukkan ataupun bekerjasama dengan berbagai pihak dari
masyarakat pribumi itu sendiri yang memilki kekuasaan, sepertihalnya Bupati dan
bangsawan-bangsawan pada masa itu.
Melalui kerjasama dengan para
bangsawan serta pemerintah daerah tersebutlah Belanda mampu menjalankan
berbagai eksploitasi serta politik yang menguntungkan pihak Belanda. Setelah
eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda hampir selama 40 tahun di pulau Jawa
yang berjalan sesuai rencana serta mendapatkan pemasukan yang banyak bagi pihak
belanda. Namun pada tahun 1870 kondisi terbalik 90 derajat dai kondisi
perekonomia sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terjadi kalah persaingan
dalam pasar Eropa. Ekonomi pada saat itu menurun drastis yang membuat
pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem liberal untuk memaksimalkan
pemasukan untuk mendapatkan surplus.
Kalahnya Belamda di pasar
internasional karena telah ada suplay barang-barang dagang oleh orang Barat
serta semakin ramainya perdagangan internasional. Berbagai krisis yang melanda
keuangan Belanda membuat sistem liberal menjadi solusi yang diambil. Penerapan sistem
liberal di Jawa tidak hanya dalam sektor perkebunan namun juga disektor
industri yang meliputi impor barang-barang jadi yang dihasilkan industri yang
sedang berkebang di negara Belanda serta tambang-tambang. Dalam sektor
perkebunan terjadi perluasan lahan untuk kegiatan produksi tanaman dagang yang
akan diekspor seperti kopi, teh dan tebu.
Dampak diberlakukannya sistem
liberal ini oleh Belanda terjadi pedirian industri-industri perkebunan yang
dikelola oleh pemodal swasta Barat.Kebijakan yang diberikan oleh Belanda oleh
pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Kesempatan ini tidak
dimanfaatkan oleh penduduk di Jawa terutama pemilik tanah namun kesempatan ini
tidak disiasiakan oleh golongan Timur Asing khususnya orang-orang Cina
(Kartodirdjo, 1975:91). Mereka mendirikan industri-industri produksi namu yang
paling menonjol dari orang Cina adalah kegiatan perdagangannya serta
mobilitasnya.
B. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pada Masa Liberal (1870-1900)
Pada masa antara tahun 1870 untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial Hindia Belanda di Indonesia pemodal
atau pengusaha asing diberikan peluang dan keleluasaan untuk menanamkan modal dalam berbagai usaha kegiatan di Indonesia. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sector perkebunan.Masa ini disebut sebagai zaman liberalism yang berlangsaung dari tahun 1870 sampai 1900.Selama masa ini
modal swasta yang berasal dari Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah membuka
lahan yang digunakan sebagai perkebunan
kopi, teh,
guladan kina yang besar di Deli Sumatra
Timur (Kartodirdjo, 1975 : 90).
Pembukaan perkebunan-perkebunan ini didasarkan padaUndang-Undang Agraria (Agrarische Wet) tahun
1870.Tujuan dari pada undang-undang ini adalah untuk melindungi petani-petani Indonesia terhadap hak milik atas tanah mereka kepada
orang-orang asing. Di lain pihak,
undang-undang ini membuka peluang bagi orang-orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia serta berhak mengangkat masyarakat pribumi sebagai buruh.
Meluasnya pengaruh ekonomi
Barat dalam masyarakat
Indonesia selama zaman Liberal tidak saja terbatas pada penanaman tanaman-tanaman perdagangan diperkebunan-perkebunan besar, akantetapi juga meliputi impor barang jadi
yang dihasilkan oleh industri-industri yang sedang berkembang di negeri Belanda (Kartodirdjo, 1975 : 90).
Kegiatan impor ini membawa dampak buruk bagi usaha-usaha kerajinan rakyat
Indonesia.Karena pada umumnya hasil produksi baik mutu dan juga harga tidak dapat bersaing dengan barang impor tersebut. Akibatnya penduduk Jawa banyak yang kehilangan mata pencaharian tradisional mereka,
sehingga memaksa mereka untuk mencari pekerjaan pada perkebunan besar yang
dimiliki Belanda dan orang Eropalainny sebagai buruh.
KedudukanWanita
Perempuan Indonesia
pada zaman dulu memiliki peran hanya sebagai ibu rumah tangga, ibu untuk anak-anak mereka dan istri
serta pelayan suami, kaum perempuan Indonesia dibelenggu oleh aturan-aturan tradisi dan adat
yang membatasi perannya dalam kehidupan masyarakat. Mereka tidak boleh
mengenyam pendidikan, pendidikan yang boleh mereka peroleh terbatas pada usaha
untuk persiapan menjadi ibu rumah tanggadan hanya dapat pasrah menunggu serta menerima apa
yang ditentukan oleh adat yang didominasi oleh kaum laki-laki.Selain itu, mereka tidak boleh menentukan jodohnya sebab
jodoh telah ditentukan oleh orang tuanya.
Kedudukan perempuan zaman dulu:
1. Perempuan selalu dipandang rendah, dianggap tidak berguna apa-apa.
2. Kedudukannya dipandang dibawah laki-laki sehingga perempuan selalu diperlakukan kurang sopan.
3. Perempuan tidak mempunyai hak tetapi mempunyai banyak sekali kewajiban.
4. Perempuan adalah kaum yang terbelakang, tidak perlu diperhitungkan.
1. Perempuan selalu dipandang rendah, dianggap tidak berguna apa-apa.
2. Kedudukannya dipandang dibawah laki-laki sehingga perempuan selalu diperlakukan kurang sopan.
3. Perempuan tidak mempunyai hak tetapi mempunyai banyak sekali kewajiban.
4. Perempuan adalah kaum yang terbelakang, tidak perlu diperhitungkan.
Bidang Agama
Masyarakat Indonesia
mayoritas memeluk agama Islam, kegiatan keagamaan dikontrol dan dibatasi oleh
pemerintah kolonial. Hal tersebut didasarkan pada ketakutan pemerintah Belanda
akan munculnya gerakan yang dapat menghambat kepentingan perdagangan dan
politiknya. Cara pengontrolan pemerintah kolonial yang dilakukan sebagai
berikut :
1. Orang Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal.
2. Kebijakan tersebut menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim Indonesia.
3. Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia, Belanda mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
3. Belanda juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan. Belanda melihat kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris, pastor, dan pendeta melalui lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan perdagangan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
4. Pemerintah membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus dilaporkan dan mendapat perizinan dari pemerintah Belanda.
1. Orang Muslim yang naik haji juga dibatasi karena dianggap sebagai cikal bakal munculnya tokoh-tokoh Muslim yang radikal.
2. Kebijakan tersebut menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat Muslim Indonesia.
3. Untuk meneliti dan mempelajari seluk beluk masyarakat Muslim Indonesia, Belanda mengirim Snouck Hurgronje ke Aceh.
3. Belanda juga membatasi kelompok-kelompok agama Katolik, dan Protestan. Belanda melihat kegiatan keagamaan yang dilakukan para missionaris, pastor, dan pendeta melalui lembaga pendidikan sebagai penghalang bagi kepentingan perdagangan dan kekuasaan pemerintah Belanda.
4. Pemerintah membuat laporan bahwa setiap kegiatan keagamaan harus dilaporkan dan mendapat perizinan dari pemerintah Belanda.
A.
Pengaruh
Diterapkannya Paham Liberalisme oleh Belanda Terhadap Penduduk Indonesia dalam Penjajahannya.
Pada
saat terjadi krisis sekitar tahun 1850 pada keuangan kerajaan Belanda, sehingga
pihak kerajaanpun menuntut pemasukan yang banyak dari perusahaan-perusahaan
yang dibangaunnya disetiap negara jajahannya. Pada saat yangsama barang atau
bahan yang dihasilka dari tanah Indonesia, negara jajahan Belanda mengalami
penurunan dikarenakan negara-negara Eropa telah menadapatkan suplai dari negara eropa lainnya. Barang atau
bahan tersebut seperti gula, kopi dan lainnya telahmendapatkan pasokan yang cukup
sehingga hasil bumi dari Indonesia yang biasanya dijual ke Eropa oleh Belanda
menjadi tidak laku dipasaran karena tidak adapesanan ataupun kalah persaingan.
Dalam
keadaan seperrti ini pemerintah Hindia-Belanda akan menerapkan sistem Liberal
dalam penguasaan wilayah jajahannya. Hal
ini sangat dipicu dengan aliran Liberalisme yang sangat berkembang pesat di
Eropa tanpa terkecuali negara Belanda itu sendiri. Dibawah ini adalah beberapaharapan pegaruh
yang ingin dicapai
pemerintahHindia-Belanda timbul setelah diterapkanya aliran Liberalisme di
Indonesia, yaitu
1.
Perekonomian
bisa berkembang dengan sendirinya.
2.
Mampu bersaing
dengan kekuatan-kekuatan ekonomi negara lain di pasar bebas.
3.
Terciptanya
kebebasan praktek dalam hal ini kebebasan berusaha, dalam konteks Hindia
Belanda sepenuhnya menguasai usaha tersebut dan modal swasta.
4.
Belanda mampu
mengembangkan sayapnya dalam berbagai usaha kegiatan ekonomi.
5.
Semakin besarnya
industri-industri ekspor sehingga penduduk Indonesia banyak yang menjadi buruh.
6.
Mendapatkan untung sebanyak-banyaknya
dengan saldo surplus (Kartodirdjo,
1975: 93-94).
Pemerintah
Hidia-Belanda dalam penerapan sistem liberal ini tentunya akan berdampak buruk
kepada kondisi negara yang dijajahnya sehingga pengaruh bagi penduduk Indonesia
yang mengalami pejajahan Belanda dengan diterapkannya sistem ini maka
menimbulkan dampak sebagai berikut:
1.
Rakyat semakin
sengsara dengan dituntut bekerja keras untuk mengahasilkan panen yang lebih
banyak untuk dijual dipasar Internasional hasil perkebunannya oleh Belanda.
2.
Lahan perkebunan semakin diperluas oleh
Belanda seperti perkebunan gula, teh, tembakau dan tanaman perdagangan lainnya.
3.
Tingkat
kehidupan penduduk Indonesia khususnya pulau jawa mengalami kemerosotan pada
akhir abad kesembilan.
4.
Para buruh yang
dipekerjakan tidak mendapatkan upah yang layak sehingga merugikan para buruh.
Kondisi
sistem leberalisme Belanda ini sangat menguntungkan bagi penanam modal asing
yang dijamin oleh pemerintah
Belanda, seperti tenaga kerja dan sewa tanah murah. Hal ini dapat dilihat dari
isi undang-undang Agraria tahun 1870 yang berisi tentang dua pokok hal, yaitu
pengambil alihan tanah milik penduduk tidak diperbolehkan dan orang asing
diperbolehkan menyewa tanah untuk perkebunan (Utomo, 1995: 11).
Migrasi
dan faktor penyebabnya
Migrasi yang terjadi pada tahun
1870-1900 baik dari pihak penjajah ataupun penduduk pribumi memang
terjadi.Mobilisasi yang terjadi kebanyakan terjadi di pulau Jawa dan
Sumatera.Namun kedua daerah tersebut memang menjadi daerah sentra industri
perkebunan Belanda dan para investor asing.Migrasi yang dilakukan oleh bangsa
Eropa bertujuan untuk mendirikan industri-industri dan perkebunan serta
menanamkan modalnya di Indonesia.Migrasi yang dilakukan oleh penduduk pribumi
dalam bentuk menjadi buruh yang dikirim oleh Belanda di daerah
perkebunan-perkebunan Belanda untuk dijadikan sebagai buruh.
B.
Alasan
Belanda menggunakan politik liberal pada negara-negara jajahanya
Konsep Politik Liberal
Politik
kolonial liberal di Eropa pada awalnya merupakan cerminan antara perbedaan
dalam bidang politik yang berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan
liberalisme (sosialisme dan kapitalisme).Hubungan timbal balik antara ekonomi
pasar dengan liberalisasi politik yang relatif bisa dilihat pada studi
perbandingan mengenai negara-negara fasis maupun komunis. Doktrin liberal
jauh lebih mengutamakan masyarakat dari pada negara.Dalam doktrin liberal
klasik, “masyarakat pada dasarnya dianggap mampu memenuhi kebutuhannya sendiri
dan negara baru ikut campur tangan hanya kalau usaha-usaha masyarakat yang
bersifat sukarela menemui kegagalan”. Dengan demikian, teori Negara
sebagai alat menempatkan negara pada kedudukannya sebagai pelengkap.Sejauh
individu dapat menjalankan kehidupannya tanpa Negara, kaum liberal menentang
keberadaan negara bahkan jika negara dapat melakukan yang lebih baik dari pada
individu.
Selain itu,
konsep hukum dibalik hukum secara langsung diturunkan dari pandangan kosesual
Negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik.Masyarakat dipahami sebagai
himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya
dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya
diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah.Liberalisme selalu
menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara
pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang
kedudukannya lebih tinggi daripada hukum negara.
Paham
kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai paham
yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung tinggi
kebebasan.Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap kekuasaan
absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal sebagai
Social Contract.Sejak tahun 1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki
hubungan yang sangat erat. Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah
pandangan; setiap individu harus diberi akses seluas mungkin untuk melakukan
kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa ada intervensi dan campur tangan dari
negara. Atas dasar itu, campur tangan negara tidak diperlukan
lagi.Bila liberalisme awal (early liberalism) lebih menekankan pada hak-hak
politik, maka sejak tahun 1900-an, liberalisme telah mencakup hampir seluruh
dimensi kehidupan, termasuk di dalamnya liberalisasi pemikiran.
Latar Belakang Politik Etis (Balas
Budi)
Pelaksanaan
politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan politik
Belanda.Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai memperoleh
kemenangan dalam pemerintahan.Kemenangan itu diperoleh secara mutlak pada tahun
1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan.Mereka berpendapat bahwa kegiatan
ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak swasta.Pemerintah hanya
mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga malam yang tidak boleh
campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian
pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
Untuk
mewujudkan sistem tersebut, pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik
kolonial liberal atau sering disebut “politik pintu terbuka” (open door
policy).Sejak saat itu pemerintahan Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para
pengusaha swasta asing untuk menanamkan modalnya, khususnya di bidang
perkebunan.Pelaksanaan sistem liberal ini ditandai dengan keluarnya
Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang Agraria dan Undang-Undang Gula.Undang-Undang
Gula (Agrarische Wet) menjelaskan, bahwa semua tanah di Indonesia adalah milik
pemerintah kerajaan Belanda.Oleh karena itu, pihak swasta boleh menyewanya
dalam jangka waktu antara 50-75 tahun di luar tanah-tanah yang digunakan oleh
penduduk untuk bercocok tanam.
Sistem
ekonomi kolonial antara tahun 1870 dan 1900 pada umumnya disebut sistem
liberalisme.Yang dimaksudkan disini adalah bahwa pada masa itu untuk pertama
kalinya dalam sejarah kolonial, modal swasta diberi peluang sepenuhnya untuk
mengusahakan kegiatan di Indonesia, khususnya perkebunan-perkebunan besar di
Jawa maupun di luar Jawa.Selama masa ini, pihak-pihak swasta Belanda maupun
swasta Eropa lainnya mendirikan berbagai perkebunan-perkebunan kopi, teh, gula,
dan kina.Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh
Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) yang dikeluarkan pada tahun 1870.Pada
suatu pihak Undang-undang Agraria membuka peluang bagi orang-orang asing,
artinya orang-orang bukan pribumi Indonesia untuk menyewa tanah dari rakyat
Indonesia.
Pelaksanaan
Politik Pintu Terbuka Pada tahun 1860-an politik batig slot (mencari keuntungan
besar) mendapat pertentangan dari golongan
liberalis dan humanitaris. Kaum liberal dan
kapital memperoleh kemenangan di parlemen.Terhadap
tanah jajahan (Hindia Belanda), kaum
liberal berusaha memperbaiki taraf
kehidupan rakyat Indonesia. Keberhasilan
tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Agraria tahun 1870.
Pokok-pokok
UU Agraria tahun 1870 berisi:
1. Pribumi
diberi hak memiliki tanah dan menyewakannya kepada pengusaha swasta,
serta
2. Pengusaha
dapat menyewa tanah dari
gubernemen dalam jangka waktu 75 tahun.
UU Agraria
tahun 1870 mendorong pelaksanaan politik pintu terbuka yaitu membuka Jawa bagi
perusahaan swasta.Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin.Pemerintah
kolonial hanya memberi kebebasan para pengusaha untuk menyewa tanah, bukan
untuk membelinya.Hal ini dimaksudkan agar tanah penduduk tidak jatuh ke tangan
asing.Tanah sewaan itu dimaksudkan untuk memproduksi tanaman yang dapat
diekspor ke Eropa.
Selain UU
Agraria 1870, pemerintah Belanda juga mengeluarkan Undang-Undang
Gula (Suiker Wet) tahun 1870.Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yang
lebih luas kepada para pengusaha perkebunan gula. Isi dari UU ini yaitu:
1. Perusahaan-perusahaan
gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap, dan
2. Pada
tahun 1891 semua perusahaan
gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh
swasta.
Dengan
adanya UU Agraria dan UU Gula tahun 1870, banyak swasta asing yang menanamkan
modalnya di Indonesia, baik dalam usaha perkebunan maupun pertambangan. Berikut
ini beberapa perkebunan asing yang muncul di Indonesia :
1. Perkebunan tembakau di
Deli, Sumatra Utara.
2. Perkebunan tebu di Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
3. Perkebunan kina di
Jawa Barat.
4. Perkebunan karet di Sumatra
Timur.
5. Perkebunan kelapa sawit di
Sumatera Utara.
6. Perkebunan teh di Jawa
Barat dan Sumatera Utara.
Kemunculan Politik Etis (Balas Budi)
Pengaruh
Politik Liberalis Bagi Indonesia Sama halnya dengan negara-negara lain, di
negeri Belanda para pengikut aliran liberalisme berpendapat bahwa negara
seharusnya tidak campur tangan dalam kehidupan ekonomi, tetapi membiarkannya
kepada kekuatan-kekuatan pasar. Mengikuti Adam Smith, para pengikut aliran
liberalisme berpendapat bahwa satu-satunya tugas negara adalah memelihara
ketertiban umum menegakkan hukum, dengan demikian kehidupan ekonomi dapat
berjalan dengan lancar. Agar hal ini dapat diwujudkan, para pengikut aliran
liberalisme menghendaki agar segala rintangannya yang sebelumya telah dibuat
dihapuskan.
Ketika
orang-orang liberal mencapai kemenangan politik di negeri Belanda (setelah
tahun 1850) mereka mencoba menerapkan azas-azas liberalisme di koloni-koloni
Belanda khususnya di Indonesia. Mereka berpendapat ekonomi Hindia-Belanda akan
berkembang dengan sendirinya jika diberi peluang sepenuhnya kepada
kekuatan-kekuatan pasar untuk bekerja sebagaimana mestinya. Dalam prakteknya
diartikan sebagai kebebasan berusaha dan adanya modal swasta Belanda untuk
mengembangkan sayapnya di Hindia-Belanda dalam berbagai usaha kegiatan
ekonomi.
Penanaman
modal di Indonesia, sebagian besar diarahkan untuk pembangunan
perkebunan-perkebunan yang dapat menghasilkan komoditi yang diperlukan bagi
bahan dasar industri. Lalu dibangunlah perkebunan- perkebunan yang sebagian
besar dibangun di daerah Jawa dan Sumatera. Pembangunan perkebunan ini
membutuhkan tenaga kerja yang akan digunakan untuk mengurus perkebunan. Dengan
demikian, banyak penduduk yang diangkat menjadi tenaga kerja perkebunan, bahkan
untuk perkebunan di Sumatera diangkat tenaga kerja yang berasal dari
Jawa.Terjadilan arus transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang dilakukan secara
paksa.Bahkan ada di antara orang-orang Jawa ini yang dikirim ke daerah
Madagaskar dan Suriname.
Eksploitasi
yang dilakukan oleh para kapitalis terhadap penduduk Indonesia dilakukan dengan
gaya baru. Para pekerja dipaksa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan dengan
upah yang sangat minim dengan beban kerja yang sangat tinggi.Mereka tidak bisa
menghindar dari ketentuan tersebut karena mereka terikat kontrak kerja.Pada
tahun 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang Koelie
Ordonantie yang mengatur para pekerja.Berdasarkan undang-undang tersebut,
para kuli bekerja sesuai dengan kontrak. Bagi mereka yang melanggar ketentuan
tersebut akan dijatuhkan hukuman berupa poenale sanctie. Para pengusaha
diberikan kewenangan dan hak yang besar untuk memperlakukan dan menjatuhkan
hukuman para pekerja sesuai dengan keinginannya.
Untuk
mendukung program perkebunan tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda
membangun berbagai prasarana, seperti irigasi, waduk, jalan raya, jalan kereta
api, serta pelabuhan-pelabuhan. Pembangunan sarana-sarana tersebut seringkali
memakan korban jiwa yang sangat banyak dari penduduk Indonesia karena mereka
dipekerjakan secara paksa.Akan tetapi dengan pembangunan prasarana tersebut,
terutama pembangunan jaringan jalan raya telah menimbulkan pengaruh bagi
tumbuhnya mobilitas penduduk. Pembangunan jalan raya dan kereta api
memungkinkan pertumbuhan dan hubungan antarkota secara cepat. Dampaknya adalah
lahirnya kota-kota baru di daerah pedalaman seperti Malang, Bandung, Sukabumi,
dan sebagainya. Lahirnya kota-kota baru tersebut memicu pertumbuhan urbanisasi
yaitu gerak perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Politik
pintu terbuka ternyata tidak membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia.Van
Deventer mengecam pemerintah Belanda yang tidak memisahkan keuangan negeri
induk dan negeri jajahan. Kaum liberal dianggap hanya mementingkan
prinsip kebebasan untuk mencari keuntungan tanpa memerhatikan
nasib rakyat. Contohnya perkebunan tebu yang mengeksploitasi tenaga rakyat
secara besar-besaran. Dampak politik pintu terbuka bagi Belanda sangat
besar. Negeri Belanda mencapai kemakmuran yang sangat pesat.Sementara rakyat di
negeri jajahan sangat miskin dan menderita.
Penerapan Politik Etis Di Indonesia
Seiring
dengan hal tersebut, gerakan-gerakan humanis yang berkembang di negeri
Belanda mendorong diberlakukannya politik balas budi terhadap bangsa
Indonesia. Desakan parlemen kepada pemerintah Belanda untuk menghapus sistem
tanam paksa merupakan awal dari kemenangan terhadap strategi politik yang
dijalankan kaum liberal dalam rangka mencapai kepentingannya di bumi Indonesia.
Sejak saat
itu, mndal swasta asing diberikan peluang untuk mewarnai berbagai bidang usaha,
terutama pada perkebunan-perkebunan besar, baik di Jawa maupun di luar
Jawa.Pembukaan perkebunan-perkebunan yang didominasi modal asing, seperti
Belanda dan negara-negara Eropa lainnya memungkinkan dikeluarkan Undang-undang
Agraria dan Undang-Undang Gula pada tahun 1870. Dalam realisasinya Undang-undang
Agraria itu pun tidak membuat penduduk pribumi menjadi terbebas dari
penderitaan.Bahkan sebaliknya, penduduk pribumi hanya menjadi alat pihak
pemilik modal untuk mencapai keuntungan dan tidak memperbaiki nasib rakyat
Indonesia dari keadaan sebelumnya. Kondisi yang tidak seimbang tersebut, pada
akhirnya mendapat perhatian dari beberapa tokoh Belanda seperti Baron van Hoevel,
Eduard Douwes Dekker, danVan Deventer.
Tokoh-tokoh Belanda tersebut, kemudian mengusulkan kepada pemerintah Kerajaan
Belanda untuk memperhatikan nasib rakyat Indonesia.
Salah satu
politik balas budi tersebut adalah program yang dikemukakan oleh Mr. C. Th. Van
Deventer.Gagasannya yang diterbitkan oleh majalah de Gids pada tahun
1899 memaparkan perlunya bangsa Belanda melakukan balas budi terhadap
Indonesia. Balas budi dilakukan dengan jalan membantu bangsa Indonesia
untuk mencerdaskan dan memakmurkan rakyatnya.
Berikut ini Isi Trilogi van Deventer
antara lain:
1) Irigasi
(pengairan), yaitu diusahakan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah
milik penduduk untuk membantu peningkatan kesejahteraan penduduk,
2) Edukasi
(pendidikan), yaitu penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat pribumi agar
mampu menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik,
3) Migrasi
(perpindahan penduduk), yaitu perpindahan penduduk dari daerah yang padat
penduduknya (khususnya Pulau Jawa) ke daerah lain yang jarang penduduknya agar
lebih merata.
Setelah
melalui perdebatan yang cukup panjang akhirnya politik etis ini mulai
dijalankan d Indonesia menurut tafsiran dan kemauan pemerintah kolonial
Belanda.Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer
tersebut baik.Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut
ini penyimpangan-penyimpangan tersebut:
1. Irigasi
Pengairan
(irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta
Belanda.Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2. Edukasi
Pemerintah
Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah Pendidikan
yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya
diperuntukkan kepada anak-anak pegawai
negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu
pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang
yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada
umumnya.
3. Migrasi
Migrasi ke
daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan
perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang
besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di
Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain.
Mereka
dijadikan kuli kontrak.Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena
migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang
banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri,
pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, (peraturan yang menetapkan
bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian
dikembalikan kepada mandor atau pengawasnya). Walaupun pemikiran liberalisme di
Hindia-Belanda diawali dengan harapan-harapan besar mengenai keunggulan sistem
liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi koloni sehingga menguntungkan
kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad 19
terlihat jelas bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat
kemakmuran yang lebih baik dari sebelumnya. Ini didasarkan karena kecenderungan
politik agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil
bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan
harga setinggi-tingginya.
Tetapi
Lambat laun program politik etis ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi
bangsa Indonesia, terutama dalam hal program pendidikan (edukasi).Program
pendidikan yang awalnya ditujukan untuk menghasilkan tenaga administratif
rendahan, pada akhirnya semakin berkembang.Tidak hanya jenjang pendidikan
semakin tinggi, tetapi juga menjangkau spesialisasi bidang pendidikan lainnya
seperti kedokteran, keguruan, teknik, pertanian, dan sebagainya.Dengan
demikian, masyarakat Indonesia semakin mengenal pola pendidikan Barat yang pada
akhirnya menjadi benih-benih pergerakan Indonesia
menuju kemerdekaan.